Bismillahirrohmanirrohiim
Menjadi orangtua pada zaman globalisasi saat ini tidak mudah. Apalagi jika
orangtua mengharapkan anaknya tidak sekadar menjadi anak yang pintar, tetapi
juga taat dan salih. Menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah tidaklah
cukup. Mendidik sendiri dan membatasi pergaulan di rumah juga tidak mungkin.
Membiarkan mereka lepas bergaul di lingkungannya cukup berisiko. Lalu,
bagaimana cara menjadi orangtua yang bijak dan arif untuk menjadikan
anak-anaknya taat pada syariah?
Asah Akal Anak untuk Berpikir yang Benar
Hampir setiap orangtua mengeluhkan betapa saat ini sangat sulit mendidik anak.
Bukan saja sikap anak-anak zaman sekarang yang lebih berani dan agak ’sulit
diatur’, tetapi juga tantangan arus globalisasi budaya, informasi, dan
teknologi yang turut memiliki andil besar dalam mewarnai sikap dan perilaku
anak.
“Anak-anak sekarang beda dengan anak-anak dulu. Anak dulu kan takut dan segan
sama orangtua dan guru. Sekarang, anak berani membantah dan susah diatur. Ada
saja alasan mereka!”
Begitu rata-rata komentar para orangtua terhadap anaknya. Yang paling
sederhana, misalnya, menyuruh anak shalat. Sudah jamak para ibu ngomel-ngomel,
bahkan sambil membentak, atau mengancam sang anak agar mematikan TV dan segera
shalat. Di satu sisi banyak juga ibu-ibu yang enggan mematikan
telenovela/sinetron kesayangannya dan menunda shalat. Fenomena ini jelas
membingungkan anak.
Pandai dan beraninya anak-anak sekarang dalam berargumen untuk menolak perintah
atau nasihat, oleh sebagian orangtua atau guru, mungkin dianggap sebagai sikap
bandel atau susah diatur. Padahal bisa jadi hal itu karena kecerdasan atau
keingintahuannya yang besar membuat dia menjawab atau bertanya; tidak melulu
mereka menurut dan diam (karena takut) seperti anak-anak zaman dulu.
Dalam persoalan ini, orangtua haruslah memperhatikan dua hal yaitu: Pertama,
memberikan informasi yang benar, yaitu yang bersumber dari ajaran Islam.
Informasi yang diberikan meliputi semua hal yang menyangkut rukun iman, rukun
Islam dan hukum-hukum syariah. Tentu cara memberikannya bertahap dan sesuai
dengan kemampuan nalar anak. Yang penting adalah merangsang anak untuk
mempergunakan akalnya untuk berpikir dengan benar. Pada tahap ini orangtua
dituntut untuk sabar dan penuh kasih sayang. Sebab, tidak sekali diajarkan,
anak langsung mengerti dan menurut seperti keinginan kita. Dalam hal shalat,
misalnya, tidak bisa anak didoktrin dengan ancaman, “Pokoknya kalau kamu nggak
shalat dosa. Mama nggak akan belikan hadiah kalau kamu malas shalat!”
Ajak dulu anak mengetahui informasi yang bisa merangsang anak untuk menalar
mengapa dia harus shalat. Lalu, terus-menerus anak diajak shalat berjamaah di
rumah, juga di masjid, agar anak mengetahui bahwa banyak orang Muslim yang
lainnya juga melakukan shalat.
Kedua, jadilah Anda teladan pertama bagi anak. Ini untuk menjaga kepercayaan
anak agar tidak ganti mengomeli Anda—karena Anda hanya pintar mengomel tetapi
tidak pintar memberikan contoh.
Terbiasa memahami persoalan dengan berpatokan pada informasi yang benar adalah
cara untuk mengasah ketajaman mereka menggunakan akalnya. Kelak, ketika anak
sudah sempurna akalnya, kita berharap, mereka mempunyai prinsip yang tegas dan
benar; bukan menjadi anak yang gampang terpengaruh oleh tren pergaulan atau
takut dikatakan menjadi anak yang tidak ‘gaul’.
Tanamkan Akidah dan Syariah Sejak Dini
Menanamkan akidah yang kokoh adalah tugas utama orangtua. Orangtualah yang akan
sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya sendi-sendi agama dalam diri anak.
Rasulullah saw. bersabda:
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu dan bapaknyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR al-Bukhari).
Tujuan penanaman akidah pada anak adalah agar si anak mengenal betul siapa
Allah. Sejak si bayi dalam kandungan, seorang ibu bisa memulainya dengan sering
bersenandung mengagungkan asma Allah. Begitu sudah lahir, orangtua mempunyai
kesempatan untuk membiasakan si bayi mendengarkan ayat-ayat al-Quran. Pada usia
dini anak harus diajak untuk belajar menalar bahwa dirinya, orangtuanya,
seluruh keluarganya, manusia, dunia, dan seluruh isinya diciptakan oleh Allah.
Itu sebabnya mengapa manusia harus beribadah dan taat kepada Allah.
Lebih jauh, anak dikenalkan dengan asma dan sifat-sifat Allah. Dengan begitu,
anak mengetahui betapa Allah Mahabesar, Mahaperkasa, Mahakaya, Mahakasih, Maha
Melihat, Maha Mendengar, dan seterusnya. Jika anak bisa memahaminya dengan
baik, insya Allah, akan tumbuh sebuah kesadaran pada anak untuk senantiasa
mengagungkan Allah dan bergantung hanya kepada Allah. Lebih dari itu, kita
berharap, dengan itu akan tumbuh benih kecintaan anak kepada Allah; cinta yang
akan mendorongnya gemar melakukan amal yang dicintai Allah.
Penanaman akidah pada anak harus disertai dengan pengenalan hukum-hukum syariah
secara bertahap. Proses pembelajarannya bisa dimulai dengan memotivasi anak
untuk senang melakukan hal-hal yang dicintai oleh Allah, misalnya, dengan
mengajak shalat, berdoa, atau membaca al-Quran bersama.
Yang tidak kalah penting adalah menanamkan akhlâq al-karîmah seperti berbakti
kepada orangtua, santun dan sayang kepada sesama, bersikap jujur, berani karena
benar, tidak berbohong, bersabar, tekun bekerja, bersahaja, sederhana, dan
sifat-sifat baik lainnya. Jangan sampai luput untuk mengajarkan itu semua
semata-mata untuk meraih ridha Allah, bukan untuk mendapatkan pujian atau
pamrih duniawi.
Kerjasama Ayah dan Ibu
Tentu saja, anak akan lebih mudah memahami dan mengamalkan hukum jika dia
melihat contoh real pada orangtuanya. Orangtua adalah guru dan orang terdekat
bagi si anak yang harus menjadi panutan. Karenanya, orangtua dituntut untuk
bekerja keras untuk memberikan contoh dalam memelihara ketaatan serta ketekunan
dalam beribadah dan beramal salih. Insya Allah, dengan begitu, anak akan mudah
diingatkan secara sukarela.
Keberhasilan mengajari anak dalam sebuah keluarga memerlukan kerjasama yang
kompak antara ayah dan ibu. Jika ayah dan ibu masing-masing mempunyai target
dan cara yang berbeda dalam mendidik anak, tentu anak akan bingung, bahkan
mungkin akan memanfaatkan orangtua menjadi kambing hitam dalam kesalahan yang
dilakukannya. Ambil contoh, anak yang mencari-cari alasan agar tidak shalat.
Ayahnya memaksanya agar shalat, sementara ibunya malah membelanya. Dalam
kondisi demikian, jangan salahkan anak jika dia mengatakan, “Kata ibu boleh
nggak shalat kalau lagi sakit. Sekarang aku kan lagi batuk, nih…”
Peran Lingkungan, Keluarga, dan Masyarakat
Pendidikan yang diberikan oleh orangtua kepada anak belumlah cukup untuk
mengantarkan si anak menjadi manusia yang berkepribadian Islam. Anak juga
membutuhkan sosialisasi dengan lingkungan tempat dia beraktivitas, baik di
sekolah, sekitar rumah, maupun masyarakat secara luas.
Di sisi inilah, lingkungan dan masyarakat memiliki peran penting dalam
pendidikan anak. Masyarakat yang menganut nilai-nilai, aturan, dan pemikiran
Islam, seperti yang dianut juga oleh sebuah keluarga Muslim, akan mampu
mengantarkan si anak menjadi seorang Muslim sejati.
Potret masyarakat sekarang yang sangat dipengaruhi oleh nilai dan pemikiran
materialisme, sekularisme, permisivisme, hedonisme, dan liberalisme merupakan
tantangan besar bagi keluarga Muslim. Hal ini yang menjadikan si anak hidup
dalam sebuah lingkungan yang membuatnya berada dalam posisi dilematis. Di satu
sisi dia mendapatkan pengajaran Islam dari keluarga, namun di sisi lain anak
bergaul dalam lingkungan yang sarat dengan nilai yang bertentangan dengan
Islam.
Tarik-menarik pengaruh lingkungan dan keluarga akan mempengaruhi sosok pribadi
anak. Untuk mengatasi persoalan ini, maka dakwah untuk mengubah sistem
masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam mutlak harus di lakukan.
Hanya dengan itu akan muncul generasi Islam yang taat syariah. Insya Allah. []
Sembilan Tips Mendidik Anak Taat Syariah:
Tumbuhkan kecintaan pertama dan utama kepada Allah.
Ajak anak Anda mengidolakan pribadi Rasulullah.
Ajak anak Anda terbiasa menghapal, membaca, dan memahami al-Quran.
Tanamkan kebiasaan beramal untuk meraih surga dan kasih sayang Allah.
Siapkan reward (penghargaan) dan sakgsi yang mendidik untuk amal baik dan amal
buruknya.
Yang terpenting, Anda menjadi teladan dalam beribadah dan beramal salih.
Ajarkan secara bertahap hukum-hukum syariah sebelum usia balig.
Ramaikan rumah, mushola, dan masjid di lingkungan Anda dengan kajian Islam,
dimana Anda dan anak Anda berperan aktif.
Ajarkan anak bertanggung jawab terhadap kewajiban-kewajiban untuk dirinya,
keluarganya, lingkungannya, dan dakwah Islam.
Wallahua`lam